Pada tahun 2017 lalu, saya berkesempatan mengikuti program Professional Fellowship YSEALI (Young Southeast Asia Leadership Initiative) selama sebulan di North Carolina dan Washington DC, Amerika Serikat. Tahun selanjutnya ada dua teman yang sempat tanya-tanya tips pendaftaran program tersebut, dan ternyata mereka juga lolos! Berangkat dari situ, saya mau cerita tentang proses seleksi Fellowship YSEALI dan beberapa tips dari saya dan para alumni lain yang mungkin berguna bagi kalian yang kepo dan tertarik mengikuti program tersebut.
Apa itu YSEALI?
Jadi, YSEALI adalah sebuah program pemerintah Amerika Serikat (AS) yang bertujuan menguatkan pengembangan skill kepemimpinan dan networking kaum muda berusia 18-35 tahun di Asia Tenggara, melalui berbagai kegiatan seperti program pertukaran Fellowship, pelatihan, dan seed grant atau dana hibah kecil. Baca penjelasan lebih lengkap tentang YSEALI di sini.
Nah, program Fellowship YSEALI sendiri ada dua macam, yakni Professional Fellowship dan Academic Fellowship. Bedanya gimana? Penjelasan lengkapnya bisa dibaca di situsnya langsung yaa, tapi intinya sih, Academic Fellowship lebih ditujukan untuk fresh graduate dan mahasiswa, sedangkan Professional Fellowship ditargetkan untuk para profesional muda yang sudah berkarier.
Berhubung saya ikutnya program Professional Fellowship, saya akan lebih fokus di situ, tapi untuk proses seleksi dan tips nggak akan jauh berbeda, kok.
Apa itu YSEALI Professional Fellows Program?
Program Fellowship ini memberikan kesempatan bagi para pemimpin muda berusia 25-35 tahun dari negara-negara ASEAN untuk menjalani semacam program pertukaran selama 5 minggu di Amerika Serikat. Selama 4 minggu, Fellows akan ditempatkan di organisasi atau institusi yang sesuai dengan minat dan expertise masing-masing, untuk belajar lebih banyak tentang isu yang diminati. Sedangkan seminggu akan dihabiskan di Washington, DC untuk persiapan program dan konferensi penutupan di akhir. Jangan khawatir soal biaya, karena program ini gratisss! Semua biaya (pesawat, akomodasi, dan sebagainya) akan ditanggung, bahkan setiap orang juga mendapatkan jumlah uang saku. Asyik, kan?
Tiap tahun, ada dua batch rekrutmen Fellowship ini, yakni Summer dan Fall. Ada 4 tema yang dapat teman-teman pilih ketika mendaftar program Fellowship ini, dan masing-masing tema dibawahi oleh organisasi (atau panitia) yang berbeda, sehingga proses aplikasinya juga terpisah. Saya jelaskan satu-satu yaa..
- Civic Engagement
Program ini ditujukan untuk kalian yang bekerja di dunia NGO atau CSO (civil society organisation atau lembaga swadaya masyarakat), dengan fokus utama pada masyarakat marjinal, kelompok minoritas, dan sebagainya. Program Civic Engagement dibawahi oleh Mansfield Center, University of Montana, dan akan lebih banyak fokus ke isu-isu masyarakat sipil. Sayangnya waktu angkatan saya, nggak ada orang Indonesia yang ikut program Civil Engagement, jadi untuk teman-teman yang tertarik tema ini, penjelasan lebih lanjut bisa cek langsung di sini yaa.
- Economic Empowerment
Program Economic Empowerment tentunya lebih banyak fokus ke pemberdayaan ekonomi, sehingga lebih ditujukan untuk kalian yang aktif dan bekerja di bidang entrepreneurship, pembangunan ekonomi, dan sejenisnya. Beberapa teman yang diterima di program ini juga merupakan PNS di Pemerintah Daerah, jadi nggak menutup kemungkinan bagi teman-teman di pemerintahan yang bekerja di bidang perekonomian untuk mendaftar! Program ini digawangi oleh organisasi bernama American Councils. Biasanya, sepulang dari program Fellowship di bawah American Councils, mereka akan meminta kalian untuk membuat sebuah proyek kecil dengan sedikit dana hibah sebagai bentuk follow-up dari program Fellowship. Untuk informasi lebih lanjut bisa diakses di sini.
- Governance and Society
Program Governance and Society ditujukan untuk para praktisi dan pembuat kebijakan, politikus, PNS, jurnalis, dan pekerja NGO yang fokus di bidang pemerintahan, legislatif, dan kebijakan publik. Ini tema yang dulu saya ikuti, jadi nanti bisa cerita lebih banyak — mungkin dalam post terpisah 🙂 Program ini dibawahi oleh organisasi American Council of Young Political Leaders (ACYPL) dan untuk baca-baca informasi lebih lengkapnya, bisa klik link ini.
- Sustainable Development and the Environment
Terakhir, program bertemakan Pembangunan Berkelanjutan dan Lingkungan ini tentunya cocok buat teman-teman yang bergerak di isu lingkungan, development, urban planning, energi terbarukan, dan bidang-bidang terkait. Program ini dilangsungkan oleh organisasi International City/County Management Association (ICMA) — dan dulu di angkatan saya, dalam proses seleksi mereka bekerja sama dengan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) — jadi kesempatan bagi teman-teman yang bekerja di pemerintahan daerah juga terbuka lebar. Untuk penjelasan selengkapnya, cek situs mereka yaa.
Application Process
First Step: Seleksi Administrasi
Pertama kali yang harus dilakukan tentu adalah membaca secermat mungkin seluruh informasi di situs YSEALI dan organisasi partner, dan menentukan tema apa yang paling sesuai dengan profil dan minat teman-teman. Kalau sudah mantap dengan salah satu topik, pelajari secermat mungkin formulir aplikasi beserta pertanyaan dan dokumen-dokumen pelengkap yang dibutuhkan (kalau ada), karena per tema/organisasi akan berbeda proses seleksinya, dan mungkin juga berbeda per tahunnya.
Sedikit sharing, pada tahun 2017 lalu ketika mendaftar program ini, saya bekerja sebagai peneliti di NGO lokal bernama Women Research Institute, dan mengkoordinir proyek penelitian mengenai partisipasi politik perempuan dalam lembaga legislatif. Menimbang latar belakang tersebut, saya merasa topik “Governance and Legislative Process” (sayangnya sekarang sudah nggak ada, sih) paling cocok untuk saya. Ketika itu, topik tersebut ditawarkan oleh 2 organisasi sekaligus: ACYPL dan ICMA. Karena saat itu belum terlalu paham dan bingung apa perbedaan keduanya, saya akhirnya memilih yang ICMA — alasannya simpel saja: karena deadline-nya lebih lama, hahaha (*anaknya deadliner*).
Saat itu, untuk proses seleksi administratif ICMA nggak terlalu ribet. Kami hanya diminta mengisi formulir pendaftaran berupa data diri dan menjawab beberapa pertanyaan dalam bentuk paragraf singkat (kurang dari 200 kata). Pertanyaan yang ditanyakan meliputi profil diri, tantangan yang dihadapi di masyarakat, apa yang telah kita lakukan untuk menangani atau menjawab masalah tersebut, dampak keikutsertaan kita dalam program Fellowship tersebut, dan aktivitas kampanye/sosial media kita. Ini bisa jadi berbeda untuk yang mendaftar di tema atau tahun yang berbeda, berkaca dari pengalaman seorang teman yang diminta merancang sebuah action plan atau uni Ria Oktorina yang diminta menyertakan beberapa surat referensi.
TIPS!
Seleksi administratif bertujuan menyaring teman-teman dari ratusan (atau mungkin ribuan?) aplikasi yang masuk, jadi sangat penting bagi teman-teman untuk menyiapkan jawaban pertanyaan sebaik mungkin.
Beberapa tips dari saya:
- make yourself relevant to their needs. Penting bangettt untuk mencari benang merah antara tujuan dan tema program dengan profil teman-teman, dan meng-highlight kaitan antara keduanya. Contohnya, karena dulu tema yang saya daftar namanya “Governance and Legislative Process”, saya meng-highlight bagian dari pekerjaan saya yang berhubungan dengan topik tersebut. Oh ya, kalau diminta membuat action plan sepulang dari program, harus memastikan kalau rencana kerjanya realistis, dapat dicapai, dan terukur (alias nggak di awang-awang) ya…
- make yourself relevant to their expertise. Idealnya, isu yang dibawa adalah sesuatu yang dapat teman-teman pelajari di AS karena best practices yang mereka miliki, tapi di sisi lain teman-teman juga dapat mengenalkan sesuatu yang baru kepada mereka. Misalnya, isu yang saya bawa (partisipasi dan representasi perempuan di politik) adalah sesuatu yang bisa saya pelajari lebih jauh di AS karena mereka adalah salah satu demokrasi tertua di dunia; di sisi lain, Indonesia juga memiliki beberapa best practice seperti affirmative action kuota 30% perempuan di daftar calon anggota legislatif dan presiden perempuan yang dapat menjadi perbandingan yang menarik bagi masyarakat di sana. Intinya, apapun isu yang dibawa, teman-teman harus bisa menunjukkan kenapa penting untuk belajar lebih banyak tentang isu tersebut di AS. Karena salah satu pertimbangan mereka juga adalah apakah mereka memiliki lembaga atau organisasi yang tepat untuk mengakomodasi kebutuhan teman-teman. Kalau isu yang dibawa terlalu niche atau kurang relevan di AS, akan sulit bagi mereka menemukan host organization untuk penempatan teman-teman, dan ini juga bisa menjadi salah satu faktor diskualifikasi.
- re-read and proofread. Bayangkan ada ratusan pendaftar yang masuk, dan bahasa Inggris teman-teman seadanya aja, banyak salah grammar dan typo, siapa yang nggak malas bacanya? Jadi, jangan malas untuk membaca ulang, meminta masukan dari teman lain yang berpengalaman, dan proofread aplikasi teman-teman (bisa pakai situs seperti Grammarly atau minta teman yang pintar bahasa Inggris—tapi jangan lupa traktir ya!).
Second & Final Step: Interview
Kalau teman-teman berhasil lolos sampai tahap interview, selamat! Biasanya, jumlah kandidat yang lolos ke tahap wawancara hanya dua kali lipat jumlah kandidat yang akan diterima (waktu angkatan saya, yang diwawancara ada 8 kandidat, yang diterima ada 5 orang). Artinya, you’re just one step away!
Untuk proses wawancara, biasanya dilakukan via Skype. Waktu itu, saya diwawancarai oleh 3 orang: satu pewawancara dari US Embassy, satu pewawancara dari ICMA (organisasi yang menaungi tema saya), dan satu dari APEKSI (organisasi partner ICMA di Indonesia). Biasanya, mereka akan menjadwalkan waktu wawancara selama setengah jam dengan kita via email sebelumnya. Karena waktu wawancara hanya kira-kira setengah jam dengan jadwal wawancara yang cukup padat, kita harus memastikan kalau waktu tersebut bisa kita manfaatkan sebaik mungkin untuk meyakinkan para pewawancara bahwa kita adalah kandidat yang tepat untuk program ini.
TIPS!
Beberapa hal yang perlu disiapkan pra-wawancara:
- Do your research. Cari tahu sebanyak mungkin tentang program YSEALI serta organisasi implementer dan organisasi mitra yang nanti akan mewawancarai teman-teman (dalam konteks saya dulu ya ICMA dan APEKSI), biar nggak buta-buta amat dengan latar belakang pewawancara. Cari tahu sebanyak mungkin tentang konteks di US dan kaitannya dengan isu yang kamu bawa. Kalau bisa cari tahu beberapa organisasi atau lembaga di US yang menjadi referensi kamu, syukur-syukur kalau bisa ditempatkan di sana kan. Pewawancara senang dengan kandidat yang knowledgeable dan terlihat sudah ada persiapan sebelumnya.
- Re-read your application essay. Jangan berasumsi para pewawancara sudah membaca dengan seksama esai aplikasi kamu, karena bisa saja orang yang melakukan seleksi administrasi dengan seleksi wawancara berbeda, kan. Jadi, persiapkan diri dengan me-review kembali esai kamu, karena kemungkinan besar yang ditanyakan juga nggak jauh-jauh dari situ.
- Prepare yourself for the “usual” questions. Biasanya pertanyaan wawancara seputar: apa motivasi mendaftar program ini? apa yang ingin kamu lakukan dalam program ini? kenapa kami harus memilih kamu? apa yang akan kamu lakukan setelah kembali dari program ini? Coba googling pertanyaan-pertanyaan wawancara beasiswa dan siapkan sejumlah bullet points untuk jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut.
- But also prepare yourself for the “unusual” questions! Kalau kata mba Nurul Komalasari, sesama alumni YSEALI tahun 2017, ketika wawancara untuk tema Governance di bawah ACYPL, ada beberapa pertanyaan “jebakan batman” seperti tempat apa yang nanti ingin didatangi di AS dan pertanyaan-pertanyaan out-of-the-box lainnya yang bisa menunjukkan kepribadian dan motivasi kamu. Jadi, jangan kaget kalau ada pertanyaan yang aneh-aneh yaa..
- Practice makes perfect! Coba minta teman atau saudara yang mungkin pernah melakukan wawancara beasiswa untuk membantu kamu melakukan simulasi wawancara dengan bahasa Inggris. Saya sempat membantu seorang teman mempersiapkan diri untuk wawancara Academic Fellowship YSEALI, dan menurut dia, kunci kelolosannya adalah latihan/simulasi wawancara yang kami lakukan. Awalnya saat latihan sih memang agak kagok dan malu, katanya, tapi ketika proses wawancara melalui video call, dia sudah punya bayangan yang lebih jelas akan bicara apa karena sudah latihan dan mendapatkan feedback sebelumnya.
Beberapa tips saat wawancara:
- Make your introduction interesting. Saya selalu mengingatkan orang-orang yang akan diwawancara untuk melakukan hal ini, dan ini juga diamini oleh seorang teman yang lolos. Ibaratnya sedang first date dengan seseorang, kesan yang didapatkan orang tersebut akan terbentuk dalam 1-2 menit pertama. Ketika ditanyakan pertanyaan pertama, yang biasanya “Tell us about yourself”, jangan berikan jawaban yang monoton, seperti “My name is bla-bla-bla, my friends call me bla-bla, I was born in bla-bla on bla-bla date.” Nggak relevan dan membosankan. Alih-alih perkenalan ‘biasa’ seperti itu, bisa coba tips dari Abdul Rozaq Syamsuddin (alumni Academic Fellowship 2018): “Kemarin ketika memperkenalkan diri, langsung aku ‘hantam’ hal yang besar. Misalnya, namaku A, saat ini sedang mengembangkan B dengan berusaha menyamakan visi Negara dalam rangka menurunkan poin SDGs nomor X melalui ini dengan cara ini.” Trik inipun direspon positif oleh para pewawancara, karena menarik dan memang ‘wow’ gitu kan. 😉
- Connect your project to something bigger than yourself. Masih terkait poin sebelumnya, ketika menceritakan project yang kamu kerjakan atau bidang kerja yang kamu tekuni, jangan sekadar berhenti di poin itu saja, tapi tarik ke visi atau goal yang lebih besar. Misalnya, kalau kamu menginisiasi kegiatan Bank Sampah di kampung, jangan hanya berhenti di situ. Coba brainstorm apa tujuan besar dari kegiatan tersebut? Bisa disambungkan ke target menjadi gerakan masif untuk menggalakkan gerakan pilah sampah secara nasional, mengadvokasikan kebijakan pilah sampah di provinsi, dan sebagainya. Intinya, kamu harus bisa menunjukkan bahwa hal kecil yang kamu lakukan berpotensi menimbulkan dampak yang besar dan berkelanjutan, atau seenggaknya memiliki ripple effect dalam jangka panjang.
- Be yourself, but your best self. Saya selalu percaya bahwa saat wawancara, kamu harus menjadi diri sendiri — jangan berpura-pura menjadi orang lain. TAPI, tetap penting dong untuk mempresentasikan atau menampilkan dirimu sebaik mungkin. Saya sering ketemu orang-orang yang sebenarnya aktif di banyak kegiatan bagus tapi kurang dieksplor karena nggak pede atau takut kelihatan pamer. Ya memang dalam kehidupan sehari-hari sih nggak usah pamer, tapi wawancara itu justru waktunya menceritakan semua prestasi atau pencapaian kamu selama ini. Find the balance antara percaya diri dan menyombongkan diri. Tapi tetap ya, be ethical dan jangan mengada-ada atau berbohong. 🙂
- Connect your goals to YSEALI’s goals. Ini penting banget! Kenapa tadi saya bilang harus do your homework dan riset sebelumnya, ya supaya paham betul apa misi program dan kandidat seperti apa yang mereka cari. Dari situ, kamu harus bisa mencari dan menunjukkan korelasi antara tujuan dan ambisi personal dengan visi dan misi program YSEALI. Meskipun wawancara kamu super impresif, kalau kamu kurang menunjukkan bahwa kamu kandidat yang cocok dengan tujuan program mereka, juga akan susah untuk lolos. Karena pada akhirnya nggak melulu soal prestasi kamu sendiri aja, tapi juga soal kesesuaian dan kecocokan profil kamu dengan profil kandidat yang mereka cari.
- Put yourself in their shoes. Bayangkan kamu menjadi pewawancara dan harus menanyakan pertanyaan yang sama ke banyak orang berulang kali. Pasti bakalan bosan kan, kecuali kamu menyenangkan diajak ngobrol, ide atau project yang kamu bawa menarik, atau sesimpel kamu punya attitude yang baik. Jangan kuatir bahasa Inggris kamu grammar-nya belepotan, karena ini bukan tes IELTS, hehehe. Soal bahasa, mereka sangat pengertian dan non-judgemental kok. Yang penting kamu bisa lancar mengkomunikasikan idemu dengan baik dan mereka mengerti.
- Just have fun! Pengalaman saya sih ketika kita memiliki attitude “nothing to lose” akan lebih santai dan mengalir ketika wawancara, dan apapun hasilnya kita juga nggak akan kecewa atau senang berlebihan.
- Do your best and let God do the rest. Saya percaya sebagai manusia kita hanya bisa berusaha yang terbaik dengan persiapan yang paling maksimal. Sisanya, serahkan hasilnya pada Tuhan atau Semesta, dan banyak-banyak berdoa untuk hasil terbaik. Sebagai inspirasi, ini ada cerita menarik dari mba Lengga, salah satu alumni YSEALI Professional Fellowship yang akhirnya berhasil mewujudkan mimpinya ke Amerika Serikat setelah gagal berulang kali.
Oh ya, biasanya untuk hasil wawancara akan diumumkan sekitar sebulan setelahnya. Kalau misalnya belum berhasil, jangan patah arang yaa, coba lagi! Kalau ternyata lolos, selamat!! 😀
Good luck teman-teman!

PS. Terima kasih untuk para alumni YSEALI yang juga memberikan masukan kepada tulisan ini: uni Ria Oktorina, Abdul Rozaq Syamsuddin, mba Lengga Pradipta, dan mba Nurul Komalasari.
Thankyou for tips and your sharing experines!
LikeLike
You’re welcome, hope it’s useful! 🙂
LikeLike
Hi mba Shaffira..boleh saya minta kontak email atau whatsapp utk tanya2 tantang beasiswa ini? Terima kasih banyak sebelumnya 🙂
LikeLike
Halo mba Marini, boleh DM saya via Twitter di @firagayatri ya nanti saya kirimkan nomer whatsapp di situ 🙂
LikeLike